21 Mar 2023

Mengungkap Big Bang: Terbentuknya Alam Semesta Dalam Sepersejuta Detik


Seluruh alam semesta lahir seketika dalam waktu kurang dari sepersejuta detik. Tidak masuk akal? Tetapi itulah yang diyakini sebagai suatu kenyataan oleh para ilmuwan. Peristiwanya disebut sebagai Big Bang.

Alam semesta lahir sekitar 13,8 milyar tahun lalu dalam sebuah "ledakan besar" yang mirip pemompaan ruang angkasa secara tiba-tiba dengan kecepatan melebihi cahaya. Setelah itu, alam semesta secara konsisten terus mengembang. Itulah teori Big Bang, yang didukung oleh hampir semua ahli kosmologi dan fisikawan teoretis. Bukti-bukti pendukung Big Bang sangat banyak dan meyakinkan.

    Salah satu contoh buktinya adalah, alam semesta masih terus mengembang bahkan sampai sekarang. Selain itu, ilmuwan juga menemukan jejak panas yang diperkirakan berasal dari Big Bang, yang disebut Cosmic Microwave Background Radiation. Dan belum ada objek apa pun yang jelas-jelas berusia lebih tua dari 13,8 miliar tahun, menunjukkan bahwa alam semesta kita terbentuk pada masa itu.

    Sebelum Big Bang

    Teori Big Bang menyatakan bahwa alam semesta berawal dari sebuah “singularity”, yaitu sebuah titik tunggal dengan kerapatan dan temperatur yang tidak terbatas. Ide singularity didasarkan pada teori Relativitas Umum Albert Einstein. 

    "Singularity" adalah  titik tunggal di mana kurva-kurva fisikanya menjadi bernilai tidak terbatas, sehingga semua hukum fisika tidak berlaku lagi. Pemahaman tentang ruang dan waktu juga menjadi berantakan. Contoh singularity yang paling dikenal dalam Relativitas Umum adalah "Singularity Big Bang" dan "Singularity lubang hitam". Singularity lubang hitam adalah titik di dalam lubang hitam di mana tarikan gravitasi menjadi sangat kuat sehingga bahkan cahaya pun akan tertarik dan tidak dapat keluar.

    Dalam kedua contoh tersebut, singularity mewakili gangguan dalam pemahaman kita tentang hukum fisika. Singularity masih menjadi ranah penelitian saat ini, untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi pada titik singularity tersebut. Jadi benih alam semesta adalah singularity, tetapi masih perlu banyak penelitian sebelum memahami materi ini seutuhnya.

    Inflasi Big Bang

    Big Bang sebenarnya bukanlah sebuah ledakan di ruang angkasa, seperti yang disiratkan oleh namanya.  Ledakan membuat material pembentuknya hancur berkeping dan terlontar menjauh. Big Bang tidak demikian, lebih mirip seperti pemompaan yang memunculkan alam semesta secara tiba-tiba. Ruang dari alam semesta juga mengembang, bukan hanya materi pengisinya yang bertambah.

    Hanya dalam waktu 10-32 detik, alam semesta tiba-tiba mengalami inflasi (pemompaan keluar) yang bahkan lebih cepat dari kecepatan cahaya. Diawali dengan tiba-tiba dan diakhiri juga secara tiba-tiba. Setelah itu alam semesta tetap memuai sampai dengan sekarang tetapi tidak secepat saat Big Bang.

    Inflasi ini sekilas seperti melanggar teori Relativitas Khusus Einstein, tetapi sebenarnya tidak. Relativitas Khusus menyatakan bahwa tidak ada informasi atau materi yang bisa berpindah di ruang angkasa dengan kecepatan melebihi kecepatan cahaya. Namun, inflasi ini adalah perluasan dari ruang angkasa itu sendiri, dan bukan informasi atau materi yang berada di dalamnya.

    Para ilmuwan belum tahu apa yang memicu terjadinya inflasi. Hal itu menjadi salah satu misteri  penting pada teori kosmologi Big Bang.

    Infografis Big Bang

    380 Ribu Tahun Awal - Terlalu Panas Untuk Cahaya

    Satu detik setelah big bang, alam semesta menjadi seperti sup cair yang sangat panas (18 miliar °F atau 10 miliar °C). Dalam beberapa menit, terjadi era yang disebut nukleosintesis, proton dan neutron bertabrakan dan menghasilkan elemen-elemen paling awal, yaitu hidrogen, helium, lithium dan berilium. 

    Selama 380,000 tahun pertama setelah Big Bang, alam semesta terlalu panas untuk cahaya dapat bersinar. Atom-atom menjadi tidak stabil serta bertabrakan dengan kekuatan besar, kemudian terpecah menjadi proton, neutron dan elektron. 

    Elektron bebas menjadi sangat melimpah dan memenuhi alam semesta. Elektron bebas ini menjadi semacam kabut yang menghamburkan cahaya (foton). Cahaya tidak dapat menembusnya dan tidak dapat menjalar jauh.

    Rekombinasi - Cahaya Purba Muncul

    Sekitar 380.000 tahun setelah big bang, alam semesta sudah cukup dingin sehingga inti atom bisa menahan elektron. Fase ini dikenal sebagai jaman Rekombinasi. Hal ini memiliki dua dampak besar pada alam semesta. 

    Pertama, sebagian besar elektron bebas lenyap karena telah terikat dalam atom. Jumlah elektron bebas menjadi tidak cukup banyak untuk dapat menghamburkan seluruh cahaya. Kabut kosmik pun hilang dan alam semesta menjadi transparan atau dapat ditembus cahaya. Untuk pertama kalinya, cahaya dapat melintasi jarak yang jauh. 

    Kedua, pembentukan atom-atom pertama ini menghasilkan cahayanya sendiri. Cahaya ini merupakan cahaya purba tertua yang masih bisa dideteksi sampai sekarang, yaitu Cosmic Microwave Background (CMB).

    Zaman Kegelapan

    Setelah Cosmic Microwave Background, alam semesta kembali menjadi gelap karena efek penyerapan cahaya oleh atom-atom hidrogen. Selama 200 juta tahun berikutnya, alam semesta tetap gelap. Tidak ada bintang yang bersinar. Alam semesta pada saat itu terdiri dari lautan atom hidrogen, helium, dan sedikit unsur yang lebih berat.

    Bintang-bintang Pertama

    Gas-gas tidak terdistribusi secara merata di alam semesta. Daerah yang lebih dingin menjadi lebih kental dengan awan gas yang lebih rapat. Ketika gumpalan-gumpalan awan ini bertambah masif, gravitasinya semakin kuat dan menarik materi-materi lainnya. Ketika semakin rapat dan mampat, pusat-pusat gumpalan itu menjadi semakin panas. Sebegitu panasnya sehingga dapat memicu fusi nuklir di pusatnya. 

    Inilah bintang-bintang pertama. Bintang-bintang ini 30 hingga 300 kali lebih masif dari matahari, dan jutaan kali lebih terang daripada matahari. Selama beberapa ratus juta tahun kemudian, bintang-bintang pertama terkumpul menjadi galaksi-galaksi pertama.

    Reionisasi

    Pada awalnya, cahaya bintang tidak dapat menjelajah jauh karena dihamburkan oleh gas yang relatif rapat di sekeliling bintang-bintang. Secara bertahap, cahaya ultraviolet yang dipancarkan bintang-bintang ini memecah (atau mengionisasi) atom-atom hidrogen menjadi elektron dan proton. Seiring dengan berlangsungnya reionisasi, cahaya bintang menjalar lebih jauh dan memecah semakin banyak atom hidrogen.

    Pada saat alam semesta berusia 1 milyar tahun, bintang-bintang dan galaksi-galaksi telah mengubah hampir semua gas ini, sehingga alam semesta menjadi mudah ditembus cahaya seperti saat ini.

    Pemuaian Yang Terus Berlanjut

    Para ilmuwan sempat mengira bahwa pemuaian alam semesta akan semakin lama semakin melambat. Namun, pemuaian alam semesta ternyata justru semakin cepat. Pada tahun 1998, para astronom menemukan bahwa beberapa supernova (atau ledakan bintang) ternyata lebih redup daripada yang diperkirakan. Hal ini hanya bisa terjadi jika supernova telah bergerak lebih jauh dari perkiraan, dengan kecepatan melebihi yan.

    Para ilmuwan menduga ada zat misterius yang mereka sebut sebagai "dark energy" yang mempercepat pemuaian ini. Penelitian di masa depan mungkin akan menghasilkan kejutan-kejutan baru, tetapi para ahli kosmologi berpendapat bahwa alam semesta akan terus memuai selamanya.

    Observasi Teori Big Bang

    Para astronom menggabungkan model matematika dengan observasi untuk mengembangkan teori Big Bang. Dasar matematika dari teori Big Bang adalah termasuk teori relativitas umum Albert Einstein, dan teori standar partikel-partikel fundamental. 

    Saat ini, Teleskop Luar Angkasa Hubble dan Teleskop Luar Angkasa Spitzer milik NASA terus mengukur pemuaian alam semesta. Salah satu tujuannya adalah untuk mengetahui apakah alam semesta akan memuai selamanya? Ataukah, suatu kali pemuaian akan berhenti, berbalik menjadi penyusutan, dan runtuh dalam sebuah "Big Crunch".

    Radiasi Cosmic Microwave Background (CMB)

    Jika kita melihat alam semesta satu detik setelah Big Bang, kita akan menemukan lautan neutron, proton, elektron, anti elektron (positron), foton, dan neutrino dengan suhu 10 miliar °C. Seiring berjalannya waktu, alam semesta akan mendingin, neutron meluruh menjadi proton dan elektron atau bergabung dengan proton untuk membentuk deuterium (isotop hidrogen). Ketika suhu terus mendingin, pada akhirnya akan mencapai temperatur di mana elektron-elektron dapat bergabung dengan inti untuk membentuk atom-atom netral. 

    Sebelum "rekombinasi" terjadi, alam semesta gelap karena melimpahnya elektron-elektron bebas. Elektron bebas menyebabkan cahaya (foton) terhambur dan alam semesta tidak tertembus cahaya. Tetapi, ketika elektron-elektron bebas itu terserap dan membentuk atom-atom netral, alam semesta menjadi transparan. Foton-foton yang berasal dari masa ini dikenal sebagai radiasi Cosmic Microwave Background (CMB) yang masih bisa diamati saat ini.

    Radiasi CMB memiliki spektrum termal yang sangat mirip dengan benda hitam, yang menunjukkan bahwa radiasi ini berasal dari suatu objek yang sangat panas. Selain itu, analisis terhadap spektrum radiasi CMB menunjukkan fluktuasi intensitas radiasi yang sangat kecil di seluruh alam semesta. Fluktuasi yang sangat kecil ini merupakan jejak dari variasi kerapatan materi di alam semesta pada masa rekombinasi itu.

    NASA telah meluncurkan beberapa misi untuk mempelajari radiasi CMB, mengambil "foto bayi" alam semesta pada 400.000 tahun setelah dilahirkan. 

    Misi pertama adalah COBE (Cosmic Background Explorer). Pada tahun 1992, tim COBE mengumumkan bahwa mereka telah memetakan titik-titik panas dan dingin purba dalam radiasi CMB. Karya ini membuat ilmuwan Nasa, yaitu Dr. John C. Mather dan George F. Smoot dari University of California, meraih Hadiah Nobel Fisika 2006. 

    Misi kedua adalah WMAP (Wilkinson Microware Anisotropy Probe). Dengan resolusi yang jauh lebih baik dibanding COBE, WMAP mensurvei seluruh langit, mengukur perbedaan temperatur radiasi gelombang mikro yang hampir merata di seluruh alam semesta. 

    Misi ketiga adalah Planck, yang dipimpin oleh Badan Antariksa Eropa, dengan partisipasi penting dari NASA, diluncurkan pada tahun 2009. Planck membuat peta radiasi CMB yang paling akurat. 

    COBE dan WMAP Membuktikan Inflasi

    Satu informasi aneh ditemukan dari hasil COBE, dan tetap ada pada hasil WMAP. Yaitu bahwa alam semesta terlalu homogen. Bagaimana mungkin potongan-potongan alam semesta yang tidak pernah bersentuhan mencapai kesetimbangan pada suhu yang sama? Namun, masalah ini dan juga masalah kosmologis lainnya akan dapat terjawab jika ada periode yang sangat singkat di mana alam semesta mengalami ekspansi luar biasa atau "inflasi", yang kita sebut Big Bang. 

    Agar inflasi terjadi, alam semesta pada saat Big Bang sepertinya terisi dengan bentuk energi yang tidak stabil yang sifatnya belum diketahui. Apapun sifatnya, model inflasi memprediksi bahwa energi purba ini akan terdistribusi secara tidak merata di alam semesta karena sejenis bising kuantum yang muncul pada benih alam semesta. Pola ini akan dipindahkan ke materi alam semesta dan akan muncul dalam foton yang mulai mengalir dengan bebas pada saat rekombinasi. Akibatnya, kita berharap untuk melihat, dan memang benar-benar melihat, pola semacam ini dalam hasil COBE dan WMAP.

    Tapi semua ini tetap menyisakan pertanyaan yang tidak terjawab tentang apa yang memicu inflasi. Kesulitan utama dalam mencari jawabannya adalah karena alam semesta gelap pada saat sebelum rekombinasi. Padahal kita mengamati alam semesta purba dari jejak-jejak cahaya (foton). Jadi ada tirai yang menutupi peristiwa-peristiwa menarik di masa sebelum rekombinasi. 

    Untungnya, ilmuwan menemukan cara mengamati alam semesta purba tanpa melibatkan foton sama sekali. Gelombang gravitasi akhirnya menjadi satu-satunya bentuk informasi yang diharapkan dapat mencapai kita tanpa terdistorsi sejak Big Bang. Sehingga dapat membawa informasi yang tidak dapat kita peroleh dengan cara lain. Beberapa misi sedang dijajagi oleh NASA dan ESA untuk mengamati gelombang gravitasi dari zaman inflasi purba.

    Temuan Dark Energy

    Setelah Hubble dan COBE, gambaran Big Bang berangsur-angsur menjadi lebih jelas. Namun pada tahun 1996, pengamatan pada supernova yang terjadi sangat jauh dari kita memberi perubahan dramatis pada pemahaman ilmuwan. 

    Sebelumnya, ilmuwan memperkirakan bahwa materi alam semesta akan secara otomatis memperlambat kecepatan pemuaian alam semesta. Massa menciptakan gravitasi, gravitasi menciptakan gaya tarik, gaya tarik seharusnya memperlambat pemuaian. Akan tetapi, pengamatan pada supernova tersebut menunjukkan bahwa perluasan alam semesta bukannya melambat, bahkan semakin cepat. 

    Sesuatu yang sepertinya bukan materi dan juga bukan energi biasa (karena sifatnya yang anti gravitasi), mendorong galaksi-galaksi terpisah. "Benda" ini dijuluki sebagai Energi Gelap. Akan tetapi, dapat memberinya nama bukan berarti sudah memahami benda apa itu. 

    Sampai saat ini, kita belum tahu. Apakah energi gelap adalah sejenis cairan dinamis? Apakah energi gelap adalah sifat dasar dari kehampaan ruang angkasa? Apakah itu sebenarnya modifikasi dari teori relativitas umum? Masih sepenuhnya gelap.

    Animasi Kelahiran Alam Semesta